blok ini di peruntukan bagi kita semua yang mau peduli dengan bahasa dan budaya bangsa

Senin, 03 September 2012

BAB 4 BAHASA INDONESIA KELAS 11

BAB 4 MEMBACA UNTUK MEMAHAMI MAKNA KATA, BENTUK KATA UNGKAPAN, DAN KALIMAT DALAM KONTEKS BEKERJA A. Klasifikasi Kata Berdasarkan Kelas Kata Untuk mendayagunakan bahasa secara maksimal, diperlukan kesadaran akan pentingnya pengayaan kosakat. Kesadaran itulah yang memotivasi kita untuk lebih rajin membaca. Membaca merupakan kegiatan berbahasa yang secara aktif menyerap informasi atau pesan yang disampaikan melalui media tulis, seperti buku, majalah, dan surat kabar. Aktivitas membaca tidak saja dilakukan untuk menyerap informasi atau pesan yang diuraikan di dalam bacaan, tetapi membaca dapat juga dilakukan dengan tujuan menelaah unsur-unsur kebahasaan yang terkandung di dalamnya. Dalam sebuah bacaan, terkandung banyak unsur bahasa yang berkaitan dengan makna kata dan ruang lingkupnya. Juga penggunaan gaya bahasa yang berhubungan dengan ungkapan dan bentuk-bentuk pemakaiannya. Pada bab ini, kita akan membahas dan menelaah unsur-unsur kebahasaan di dalam bacaan berkaitan dengan kata, bentuk kata, ungkapan, serta kalimat berdasarkan kelas kata dan makna kata. Kata merupakan unsur yang sangat penting dalam membangun suatu kalimat. Tanpa kata, tidak mungkin ada kalimat. Setiap kata mempunyai fungsi dan peranan yang berbeda sesuai dengan kelas kata atau jenis katanya. Di kelas X, kita sudah mempelajari kelas kata dan pada bab ini akan dibahas kembali tentang kelas kata dan hubungannya dengan kalimat. Secara umum kelas kata terdiri atas 5 macam, yaitu: (1) kata kerja (verba) (2) kata sifat (adjektif ) (3) kata keterangan (adverbia) (4) kata benda (nomina), kata ganti (pronomina), kata bilangan (numeralia) (5) kata tugas 1. Kata Kerja (Verba) Kata kerja ialah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan. Kata kerja biasanya berfungsi sebagai predikat. Suatu kata dapat digolongkan ke dalam kelas kata kerja apabila memenuhi persyaratan berikut. (1) Dapat diikuti oleh gabungan kata (frasa) dengan + kata sifat. Contoh: pergi (Pergi dengan gembira.) tidur (Tidur dengan nyenyak.) jalan (Jalan dengan santai.) (2) Dapat diberi aspek waktu, seperti akan, sedang, dan telah. Contoh: (akan) mandi (sedang) tidur (telah) pergi (3) Dapat diingkari dengan kata tidak. Contoh: (tidak) makan (tidak) lihat (tidak) pulang (4) Berawalan me- dan ber- Contoh: melatih melihat merakit berdiskusi berpikir berusaha 2. Kata Sifat (Adjektiva) Kata sifat ialah kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan sesuatu, misalnya keadaan orang, binatang, benda. Kata sifat berfungsi sebagai predikat. Suatu kata dapat digolongkan ke dalam kelas kata sifat apabila memenuhi persyaratan berikut. (1) Dapat diawali dengan kata sangat, paling dan diakhiri dengan kata sekali. Contoh: indah (sangat indah/indah sekali) baik (sangat baik/baik sekali) tinggi (sangat tinggi/tinggi sekali) (2) Dapat diberi awalan se- dan ter-. Contoh: luas (seluas/terluas) bodoh (sebodoh/terbodoh) mudah (semudah/termudah) buruk (seburuk/terburuk) baik (sebaik/terbaik) (3) Dapat diingkari dengan kata tidak. Contoh: murah (tidak murah) sulit (tidak sulit) pahit (tidak pahit) 3. Kata Keterangan (Adverbia) Kata keterangan atau adverbia adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif, atau kalimat. Berikut adalah macam-macam adverbia. (1) Adverbia dasar bebas, misalnya: alangkah, agak, akan, amat, nian, niscaya, tidak, paling, pernah, pula, saja, saling. (2) Adverbia turunan terbagi atas 3 bentuk berikut. (a) Adverbia reduplikasi, misalnya ; agak-agak, lagi-lagi, lebih-lebih,paling-paling. (b) Adverbia gabungan, misalnya : belum boleh, belum pernah, atau tidak mungkin. (c) Adverbia yang berasal dari berbagai kelas, misalnya: terlampau, agaknya, harusnya, sebaiknya, sebenarnya, secepat-cepatnya. 4. Kata Benda (Nomina), Kata Ganti (Pronomina), Kata Bilangan (Numeralia) 4.1. Kata benda Kata benda ialah kata yang mengacu pada benda, orang, konsep, ataupun pengertian yang berfungsi sebagai objek dan subjek. Suatu kata dapat digolongkan ke dalam kelas kata benda apabila memenuhi persyaratan berikut. (1) Dapat diikuti oleh frasa yang + sangat. Contoh: mobil (mobil yang bagus/mobil yang sangat bagus) pemandangan (pemandangan yang indah/pemandangan yang sangat indah) pemuda (pemuda yang gagah/pemuda yang sangat gagah) (2) Berimbuhan pe-, -an, pe-/-an, per-/-an, ke-/-an. Contoh: permainan pertunjukan kesehatan (3) Dapat diingkari dengan kata bukan. Contoh : saya (bukan saya) roti (bukan roti) gubuk (bukan gubuk) 4.2. Kata Ganti (Pronomina) Kata ganti atau pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu pada nomina lain. Pronomina berfungsi untuk mengganti kata benda atau nomina. Contoh: Aku sudah mencoba membujuknya. Kami sangat berharap kepada kalian. Dia telah meninggalkan kita. Itu memang miliknya. 4.3. Kata Bilangan (Numeralia) Kata bilangan atau numeralia adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya orang, binatang, dan benda. Contoh: Ibu membeli gelas selusin. Ia mendapat peringkat pertama di kelasnya. Bapak Bardi memiliki dua puluh ekor kambing. Sepertiga dari harta warisan itu disumbangkan ke panti asuhan. 5. Kata Tugas Kata tugas dapat dirinci menjadi empat jenis kata, yaitu (1) kata depan, (2) kata sambung, (3) kata sandang, (4) kata seru, dan (5) partikel. (1) Kata Depan (Preposisi) Kata depan adalah kata yang menghubungkan dua kata atau dua kalimat. Contoh: di (sebelah) utara = menunjuk arah ke timur = menunjuk arah dari pasar = menunjuk tempat pada hari senin = menunjuk waktu (2) Kata Sambung (Konjungsi) Kata sambung adalah kata yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata; frasa dengan frasa, klausa dengan klausa. Contoh : adik dan kakak makan atau minum tidak makan, tetapi minum ia tidak naik kelas karena bodoh Adi meletakkan tasnya, lalu ia membuka seragamnya. (3) Kata Sandang (Artikula) Kata sandang adalah kata tugas yang membatasi makna nomina. Contoh: sang guru (sang bermakna tunggal) para pemimpin (para bermakna jamak) si cantik (si bermakna netral) (4) Kata Seru (Interjeksi) Kata seru adalah tugas yang digunakan untuk mengungkapkan seruan hati. Contoh: Aduh, kakiku sakit sekali. Astaga, mengapa kamu berani mencuri ? Ayo, jangan putus asa. “Wah, mahal sekali!” kata adik. Kata yang dicetak miring adalah kata seru. Contoh lain kata seru adalah hai, nah, oh, celaka, gila, Masya Allah, dan Alhamdulillah. (5) Partikel Partikel adalah kategori atau unsur yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan sebuah kalimat dalam komunikasi. Unsur ini digunakan dalam kalimat tanya, perintah, dan pernyataan (berita). Contoh partikel: -lah, -kah, -tah, -deh, -dong, -kek, dan -pun Kita baru saja mempelajari kelas kata beserta ciri-cirinya. Dalam suatu wacana, tentu terdapat berbagai kata, frasa, dan kalimat. Kita dapat merinci setiap kata berdasarkan kelas katanya. B. Klasifikasi Kata Berdasarkan Bentuk Kata Dari segi bentuknya, kata dapat dibedakan atas empat macam, yaitu : 1. Kata Dasar 2. Kata Turunan 3. Kata Ulang 4. Kata Majemuk 1. Kata Dasar Kata dasar adalah kata yang tidak berimbuhan atau yang belum diberikan awalan, akhiran, sisipan, dan penggabungan awalan akhiran. Kata-kata seperti baik, getar, kerja, sakit, gunung disebut sebagai kata dasar karena kata-kata itu tidak berimbuhan atau belum diberi imbuhan. Jika katakata itu diberi imbuhan, hasilnya antara lain terbaik, getaran, pekerja, kesakitan, dan pegunungan. Jika sudah mengalami penambahan atau pengimbuhan, kata tersebut sudah dikategorikan ke dalam kata turunan. 2. Kata Turunan Sebuah kata dapat menyampaikan beberapa pengertian melalui bentukan-bentukannya. Dari satu kata pula, kita dapat membuat atau mengembangkannya menjadi beberapa kata turunan. Dari kata turunan tersebut, kita dapat mengungkapkan satu bahkan beberapa ide/perasaan. Pemekaran kata dengan memberi imbuhan itu pun akan membuat kata-kata tersebut mengalami perubahan jenis atau kelas katanya. Coba Anda amati kata satu termasuk kata bilangan/numeralia yang berarti “bilangan asli pertama”. Kata satu diberi awalan ber- menjadi bersatu. Kata tersebut mengalami perubahan arti, meskipun masih memiliki arti dasar yang tetap, yaitu “satu”, bersatu artinya berkumpul atau bergabung menjadi satu. Kata bersatu bukan merupakan kelas kata bilangan lagi, tetapi termasuk kelas kata kerja. Bagaimana pengimbuhannya? Anda telah melihat bahwa dari satu kata (misalnya satu) dapat kita bentuk belasan kata turunannya. Bentuk berimbuhan tersebut menunjukkan pertalian yang teratur antara bentuk dan maknanya. Hal ini dapat berlaku pula pada kata-kata yang lainnya. Perhatikan tabel berikut dengan cermat. asuh pengasuh pengasuhan mengasuh asuhan baca pembaca pembacaan membaca bacaan bangun pembangun pembangunan membangun bangunan buat pembuat pembuatan perbuatan membuat buatan cetak pencetak pencetakan percetakan mencetak cetakan edar pengedar pengedaran pengedaran mengedar edaran potong pemotong pemotongan perpotongan memotong potongan sapu penyapu penyapuan persapuan menyapu sapuan tulis penulis penulisan menulis tulisan ukir pengukir pengukiran mengukir ukiran impor pengimpor pengimporan mengimpor imporan Kata Asal Verba Pelaku Prosesô€ˆ± Hal/Tempat Perbuatan Hasil 3. Kata Ulang Kata ulang adalah kata yang mengalami proses pengulangan bentuk baik seluruh kata maupun sebagian. Semua kata ulang wajib ditulis dengan memakai tanda penghubung (-). Contoh: lauk-pauk mondar-mandir anak-anak porak-poranda berjalan-jalan biri-biri gerak-gerik kupu-kupu dibesar-besarkan laba-laba huru-hara Macam-macam kata ulang 1. Ulangan seluruh kata dasar Contoh: anak-anak meja-meja buku-buku ibu-ibu main-main makan-makan 2. Ulangan kata dengan memberi imbuhan Contoh: berjalan-jalan bermanja-manja dibesar-besarkan dipukul-pukulkan berlari-larian menarik-narik 3. Ulangan seluruh kata, namun terjadi perubahan suara pada kata yang kedua Contoh: gerak-gerik caci-maki mondar-mandir compang-camping huru-hara terang-benderang bolak-balik carut-marut lauk-pauk 4. Ulangan seluruh kata yang dinamakan kata asal Misalnya : anai-anai ubur-ubur kunang-kunang lobi-lobi kupu-kupu mata-mata agar-agar 4. Kata Majemuk Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu pengertian. Contoh: duta besar kereta api senja utama meja tulis guru rumah makan terjun payung buku sejarah baru kereta api cepat luar biasa lapangan udara rumah sakit jiwa siap tempur Contoh di atas menunjukkan bahwa kata dasar majemuk dapat sendiri dari gabungan dua kata, tiga kata, empat kata, lima kata bahkan dapat lebih. Hal yang terpenting adalah gabungan kata-kata itu harus menunjuk kepada satu arti dan tidak melebihi batas fungsi sebagai kata. Cara penulisan kata majemuk ada yang terpisah atas dua kata atau lebih, seperti contoh tadi (duta besar, rumah makan) dan ada yang ditulis serangkai (jika hubungan kedua kata sudah sangat padu). Contoh: matahari kacamata sapu tangan beasiswa olahraga antarkota C. Klasifikasi Kata Berdasarkan Makna Kata Kita sudah mempelajari proses pembentukan kata yang semua itu berpengaruh pada perubahan makna kata dari makna awalnya. Selain proses bentukan kata, makna kata juga dapat ditimbulkan oleh dua hal, yaitu hubungan referensial dan hubungan antarmakna 1. Makna Kata Berdasarkan Hubungan Referensial Makna kata ini dibedakan menjadi: a. Makna denotatif Makna denotatif ialah makna yang paling dekat dengan bendanya (makna konseptual), atau kata yang mengandung arti sebenarnya. Contoh: 1. Bunga mawar itu dipetik Sita dan disuntingkan di rambutnya. 2. Untuk menafkahi kedua anaknya, ia menjual sayuran di pasar. 3. Penjual menawarkan barang kepada pembeli. 4. Bajunya basah kuyup terkena keringat. b. Makna konotatif Makna konotatif ialah makna kiasan atau diartikan makna yang cenderung lain dengan benda nyata (makna kontekstual) disebut juga makna tambahan. Contoh : 1. Ayahnya mendapat kursi sebagai anggota dewan. kursi artinya jabatan/kekuasaan 2. Hatiku berbunga-bunga setelah anakku mendapat juara pertama. berbunga-bunga artinya gembira 3. Sekarang ia bekerja di tempat yang basah. basah artinya selalu menghasilkan uang Dalam pengertian lain makna konotasi berkaitan dengan cakupan makna halus dan cakupan makna kasar. Contoh cakupan makna halus: 1. Neneknya sudah meninggal dua hari yang lalu. 2. Istri Pak Dadang seorang perawat di rumah sakit pusat. 3. Ibunya Rosita sedang hamil lima bulan. 4. Mari kita doakan para pahlawan yang telah gugur agar arwahnya diterima oleh Allah. Contoh cakupan makna kasar: 1. Pamannya sudah mampus seminggu yang lalu. 2. Kakakku sedang bunting, dia harus berhati-hati. 3. Bininya seorang dokter. 4. Pahlawan telah mati di medan laga. c. Makna idiomatik (ungkapan) Secara umum ungkapan berarti gabungan kata yang memberi arti khusus atau kata-kata yang dipakai dengan arti lain dari arti yang sebenarnya. Ungkapan dapat juga diartikan makna leksikal yang dibangun dari beberapa kata, yang tidak dapat dijelaskan lagi lewat makna kata-kata pembentuknya. Contoh: − ringan tangan = rajin bekerja, suka memukul − gerak langkah = perbuatan − dipeti-eskan = dibekukan atau tidak digunakan − tertangkap basah = terlihat saat melakukan − gali lubang tutup lubang = pinjam sini, pinjam sana − banting stir = mengubah haluan − jantung hati = kekasih Ungkapan berfungsi menghidupkan, melancarkan serta mendorong perkembangan bahasa Indonesia supaya dapat mengimbangi perkembangan kebutuhan bahasa terhadap ilmu pengetahuan dan keindahan sehingga tidak membosankan. Tata bahasa ibarat kebun, ungkapan ibarat kembang-kembangnya. Dilihat dari bentuk dan prosesnya, ungkapan dapat diperinci ke dalam beberapa jenis berikut. 1. Menurut jumlah kata a. Dua kata − mencari ilham : berusaha mencari ide baru − bercermin bangkai : menanggung malu b. Tiga kata atau lebih − diam seribu bahasa : membisu − hutangnya setiap helai bulu : tak terhitung banyaknya 2. Menurut zaman a. Ungkapan lama − matanya bagai bintang timur : bersinar, tajam − rambutnya bagai mayang mengurai : ikal, keriting − berminyak air : berpura-pura b. Ungkapan baru − ranjau pers : undang-undang pers − berebut senja : siang berganti malam − ranum dunia : penyebab kesulitan 3. Menurut asalnya a. Ungkapan berasal dari bahasa asing − black sheep : kambing hitam − over nemen : mengambil oper − side effect : akibat samping b. Ungkapan berasal dari bahasa daerah − soko guru : suri tauladan − anak bawang : yang tidak diutamakan 2. Makna Kata Berdasarkan Hubungan Antarmakna Makna kata berdasarkan hubungan antarmakna terdiri atas sinonim, antonim, dan hiponim. a. Sinonim Sinonim ialah pasangan kata atau kelompok kata yang mempunyai arti mirip atau hampir sama. Walaupun sinonim menunjukkan kesamaan arti kata, sesungguhnya arti kata-kata itu tidaklah sama betul. Dalam kalimat tertentu, suatu kata mungkin dapat digunakan tetapi dalam kalimat lain tidak dapat digunakan atau penggunaannya selalu dipertimbangkan oleh unsur nilai rasa atau lingkungan penuturnya (kontekstual). Contoh sinonim dengan kata yang sama maknanya : − Bung Hatta telah wafat. (telah = sudah) − Kita merdeka karena jasa Bung Hatta. (karena = sebab) − Bung Hatta sangat berjasa. (sangat = amat) Contoh beberapa kata yang memiliki kemiripan makna : − Tepat di muka gedung kantor pos Jakarta berdirilah sebuah kompleks bangunan kuno yang kukuh. − Persis di bangunan kantor pos Jakarta kota tertancaplah sebuah kawasan bangunan kolot yang kuat. Makna kalimat 1 dan 2 sama. Namun kalimat 1 lebih jelas isinya, kalimat 2 pilihan katanya kurang tepat sehingga pembaca / pendengar menjadi ragu menafsirkan maknanya. b. Antonim Antonim adalah kata-kata yang berlawanan maknanya/berlawanan artinya. Contoh: a) Sejak sakit batuk, ia pantang minum es. Ia harus meminum obat itu sesuai yang dianjurkan oleh dokter. b) Aksi penebangan pohon merupakan perusakan hutan. Pemerintah menghimbau agar warga melestarikan hutan. c) Kadang-kadang ia berlatih seminggu sekali. Nasihat orang tuanya seringkali tidak didengarnya. d) Perkembangan anak itu sangat lambat. Dengan tangkasnya, ia menendang bola ke mulut gawang. Terdapat beberapa perbedaan antara kata-kata yang berantonim. Oposisi antarkata dapat berbentuk seperti berikut. a. Oposisi kembar Contoh: − laki-laki-perempuan − jantan–betina − hidup-mati b. Oposisi majemuk Contoh: − baju-merah − sapu- tangan − rumah-makan c. Oposisi gradual Contoh: − kaya- miskin − panjang- pendek d. Oposisi relasional (kebalikan) Contoh: − orangtua-anak − guru-murid − memberi-menerima e. Oposisi inversi Contoh: − Jual-beli − Pulang-pergi f. Oposisi komplementer Contoh: − mur-baut − kompor-minyak g. Oposisi inkompabilitas Contoh: − merah-hijau h. Oposisi hierarki Contoh: - camat lurah. c. Hiponim Hiponim ialah kata yang memiliki hubungan hierarkis dengan beberapa kata yang lain. Hubungan hierarki ini terdiri atas satu kata yang merupakan induk (hipernim), yang memiliki semua komponen makna kata lainnya yang menjadi unsur bawahannya (hiponim). Proses hiponim dan hipernim menimbulkan istilah kata umum dan kata khusus. Kata umum dipakai untuk mengungkapkan gagasan umum, sedangkan kata khusus digunakan untuk perinciannya. Jadi, kata umum dapat diterapkan untuk semua hal, sedangkan kata khusus diterapkan untuk hal tertentu saja. Contoh penggunaan kata umum dan khusus dalam kalimat seperti berikut. 1. Pukul 07.00 WIB bel berdering cukup keras. Berdering (kata khusus), biasanya digunakan untuk bunyi bel. Kata umumnya ialah bunyi. Kata bunyi bisa digunakan untuk semua suara benda/sesuatu. 2. Untuk menyambut tahun baru, Ibu merangkai melati dan mawar. Kata melati dan mawar merupakan kata khusus. Kata umumnya ialah bunga. Berdasarkan contoh penggunaan kata umum dan kata khusus di atas, cermatilah kata umum dan kata khusus pada tabel berikut ini. Kata Umum Kata Khusus melihat memandang, menonton, meratap, menyaksikan, menengok, mengintip mamalia sapi, kambing, kucing pola hidup berfoya-foya, boros, irit, mewah, sederhana musik jazz, rock, keroncong. kendaraan mobil, motor, bus membawa menjinjing, memikul, memanggul, menenteng, menggendong memotong memenggal, mengiris, menebang, memancung, menggergaji D. Penggunaan Kamus dalam Mencari Bentuk, Kategori, dan Makna Kata Kamus dapat membantu seseorang untuk mencari variasi bentukan kata, kelas kata, dan contoh-contoh pemakaiannya, termasuk pelafalan, pedoman kata, dan bentuk ungkapannya. Kamus disusun berdasarkan abjad yang disertai penjelasan tentang makna dan pemakaiannya. Di dalam kamus, terdapat keterangan tentang hal-hal berikut. (1) Label bidang ilmu, contoh: Adm (administrasi dan kepegawaian), Anat (anatomi) Ark (arkeologi). (2) Dialek, contoh Jw untuk Jawa, BT untuk Batak, Ar untuk Arab, Bld untuk Belanda. (3) Ragam bahasa, contoh cak untuk cakapan, hor untuk ragam hormat, kas untuk ragam kasar. (4) Penjelasan makna, contoh berlari: berjalan kencang, (5) Label kelas kata, contoh a (adjektiva), adv (adverbia), n (nomina), v (verba) Contoh Lembaran Kamus E. Bentukan Kata/Frasa Baru Kata adalah satuan terkecil dari tata bahasa yang bermakna. Makna kata merupakan perwujudan kesatuan perasaan dari pikiran yang disampaikan lewat bahasa. Dari satu kata, dapat kita bentuk belasan kata turunannya. Bentuk berimbuhan tersebut menunjukkan pertalian yang teratur antara bentuk dan maknanya. Dalam perkembangan bahasa Indonesia, kata banyak mengalami penambahan. Hal ini terjadi karena adanya proses asimilasi dan adaptasi dari kosakata asing dan juga akibat paradigma atau proses analogi. Paradigma artinya pembentukan kata mengikuti pola atau contoh yang sudah ada, sedangkan analogi membandingkan pola yang sudah ada. Pada dasarnya keduanya sama. Contoh bentukan kata berdasarkan paradigma: Cuci Mencuci (perbuatan) pencuci (pelaku) pencucian (proses) cucian (hasil) Berlaku pula pada kata-kata di bawah ini. Pelaku Proses Hasil Perbuatan potong pemotong pemotongan potongan memotong cetak pencetak pencetakan cetakan mencetak lukis pelukis pelukisan lukisan melukis tanam penanam penanaman tanaman menanam ajar pelajar pembelajaran ajaran mengajar Bentuk Dasar Makna Contoh pembentukan frasa berdasarkan paradigma atau analogi. 1. Dari frasa rumah produksi, muncul frasa yang sejenis, yaitu: − rumah singgah − rumah potong − rumah duka − rumah industri 2. Dari frasa bawah sadar, muncul frasa baru: − bawah umur − bawah standar − bawah tanah − bawah harga 3. Dari bentukan kata pramugari dan pramuniaga, muncullah bentukan kata: − pramuwisma − pramusiwi − pramusaji − pramuria − pramuwisata − pramujasa 4. Dari frasa alih bahasa, timbul frasa: − alih ragam − alih ilmu − alih kuasa − alih haluan − alih teknologi 5. Dari frasa hari raya muncul frasa baru : − jalan raya − pasar raya − panen raya 6. Dari kata tamu agung muncul − jaksa agung − upacara agung − hakim agung − jumat agung − dewan pertimbangan agung − mahkamah agung − karya agung 7. Dari gabungan kata angkat topi timbul gabungan kata: − angkat diri − angkat bicara − angkat sumpah − angkat sembah − angkat bahu − angkat kaki 8. Dari istilah adipati, timbul istilah: − adibusana − adikuasa − adidaya − adikarya Contoh pembentukan kata yang dipengaruhi oleh imbuhan asing. − -if : aktif, agresif − -er : komplementer, parlementer − -al : struktur, normal − -is : teknis, praktis − -isasi : modernisasi, normalisasi, legalisasi − pasca- : pascapanen, pascasarjana − pra- : prasejarah, prakarsa. F. Pemakaian Kata , Frasa, dan Kalimat yang Kurang Tepat Dalam kegiatan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, adakalanya pemakai bahasa tidak cermat memilih kata yang dituangkannya di dalam kalimat. Akibatnya, kalimat yang diungkapkan tidak tepat atau tidak sesuai dengan kaidah yang benar. Kesalahan itu dapat terjadi pada penggunaan bentuk kata (proses morfologi), pemakaian kelompok kata (frasa), pemilihan ungkapan, atau keefektifan kalimat. Dalam bentuk lisan, kesalahan itu terjadi disebabkan oleh hal-hal berikut. 1. Kesalahan penggunaan imbuhan (bentuk kata). Contoh : a. Pintu masuk SMK 20 akan diperlebarkan. (salah) Pintu masuk SMK 20 akan dilebarkan atau Pintu masuk SMK 20 akan diperlebar. (benar) b. Jangan dibiasakan mengenyampingkan masalah itu. (salah) Jangan dibiasakan mengesampingkan masalah itu. (benar) c. Rudi sedang mencat pagar rumahnya. (salah) Rudi sedang mengecat pagar rumahnya. (benar) 2. Ketidaktepatan pemakaian frasa (kelompok kata). Contoh : a. Untuk sementara waktu, siswa tidak bisa praktik karena ruangan sedang direnovasi. (salah) Untuk sementara siswa tidak bisa praktik karena ruangan sedang direnovasi. (benar) b. Bus Parahiyangan sudah dinyatakan laik darat. (salah) Bus Parahiyangan sudah dinyatakan laik jalan. (benar) 3. Kesalahan kalimat a. Di dalam darah orang itu mengandung virus HIV. (salah) Darah orang itu mengandung virus HIV. (benar) b. Untuk peningkatan mutu pendidikan dari sekolah swasta dimana memerlukan ketekunan dan keuletan para pamong. (salah) Untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah swasta diperlukan ketekunan dan keuletan para pamongnya. (benar) Kesalahan juga banyak terjadi akibat penggunaan bentukan kata atau frasa yang baru yang tidak lazim atau tidak benar secara kaidah bahasa. Ketidaktepatan bentukan kata atau frasa juga dapat disebabkan kesalahan secara analogi atau paradigma. Perhatikanlah contoh di bawah ini. a. pertanggungan jawab dalam kalimat “Laporan pertanggungan jawab gubernur telah diterima sebagian besar anggota dewan.” (tidak tepat secara kaidah/tidak lazim) seharusnya pertanggungjawaban. b. goreng pisang dalam kalimat “Ia membeli goreng pisang untuk adiknya.” (tidak tepat secara kaidah/tidak lazim ) seharusnya pisang goreng. c. pengangguran dalam kalimat “Ia menjadi pengangguran setelah perusahaannya bangkrut.” (salah secara analogi) seharusnya penganggur dari kata menganggur (verba)-penganggur (nomina)-pengangguran (nomina proses) d. ruang rokok untuk ruang khusus merokok (tidak lazim) meskipun dianalogikan kepada ruang tunggu untuk ruang khusus menunggu. e. Bentuk kata pemelajaran, tidak tepat secara analogi, sebab kata tersebut berasal dari kata belajar yang diberi imbuhan pe-an, seperti kata berhenti menjadi pemberhentian. f. Kata penglepasan, pada kalimat “ Penglepasan siswa kelas XII dimeriahkan dengan kegiatan pentas seni dari siswa-siswi.” Tidak tepat secara analogi, sebab kata dasarnya lepas, jika diberi imbuhan pe-an, menjadi pelepasan. Untuk membuat kalimat yang cermat, kita harus memahami ciri kalimat efektif. Kalimat yang baik atau efektif mempunyai ciri-ciri seperti berikut. a. Kepadanan − Memiliki S dan P dengan jelas. (di depan S tidak boleh ada kata depan dan di depan P tidak boleh ada kata penghubung yang) Contoh: (1) Semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (benar) (2) Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (salah) − Tidak terdapat S ganda. Contoh: (1) Dia pulang setelah dia membeli berbagai kebutuhan. (salah) (2) Dia pulang setelah membeli berbagai kebutuhan. (benar) − Kata penghubung intra kalimat tidak dipakai dalam kalimat tunggal. Contoh: (1) Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama. (salah) (2) Kami datang agak terlambat sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama. (benar) b. Keparalelan Persamaan bentuk kata digunakan dalam kalimat yang mengandung rincian. Contoh: (1) Harga minyak dibekukan dan dinaikkan secara bertahap (benar) (2) Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara bertahap. c. Kehematan Kehematan menggunakan kata atau frasa − Menghindarkan penjamakan bentuk jamak Contoh: (1) Para tamu-tamu mencicipi hidangan yang disediakan. (salah) (2) Para tamu mencicipi hidangan yang disediakan. (benar) − Penggunaan kata-kata yang berlebihan. Contoh: (1) Ia memakai baju warna merah. (salah) (2) Ia memakai baju merah. (benar) d. Kepaduan (tegas dan lugas) − Hindarkan kalimat bertele-tele. Contoh: (1) Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita, orang-orang kota yang telah terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu dan yang secara tidak sadar bertindak ke luar dari kepribadian manusia Indonesia dari sudut kemanusiaan yang adil dan beradab. (salah) (2) Kita harus dapat mengembalikan kepribadian kita yang sudah ke luar dari rasa kemanusiaan dan dari kepribadian manusia Indonesia yang adil dan beradab. e. Kecermatan Kecermatan pemakaian kata, penulisan kata, penggunaan tanda baca. Contoh : Dua puluh lima ribuan. Bisa diartikan dua puluh lima lemar uang ribuan (Rp 25.000,-) Atau Dua puluh lembar uang, lima ribuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar